Batam, Kepulauan Riau,garisdata.com- Masyarakat Perumahan Laksa View di Kecamatan Nongsa, Batam, semakin terpuruk akibat janji palsu dari pengembang PT Citra Laksa Propertindo. Lebih dari empat tahun sejak pelunasan, warga belum menerima sertifikat kepemilikan rumah, sementara fasilitas dasar seperti listrik dan air bersih masih menjadi mimpi, Keluhan ini mencapai puncak ketika warga memohon campur tangan Wali Kota Batam Amsakar Achmad dan Wakil Wali Kota Li Claudia Chandra untuk menuntaskan sengketa yang telah diputuskan ( BPSK ) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( 17/11-2025 )
Bapak Agus Jailani, salah satu warga yang telah membeli rumah sejak 2021, menjadi juru bicara utama. “Rumah saya sudah lunas dibayar secara tunai bertahap ke pengembang, tapi sertifikatnya belum juga diberikan. Mereka janji tiga bulan setelah pelunasan, tapi dari 2021 hingga sekarang nihil,” ungkap Agus dengan nada frustrasi.
Menurutnya, pimpinan PT Citra Laksa Propertindo, Rohmat Sugiyono, dan bendahara Susanti Laksa, telah menjanjikan kemudahan tersebut. Namun, kenyataannya, sertifikat induk belum dipisahkan (pecah) dan malah digadaikan ke Bank BTN oleh pengembang. Agus menambahkan, pihak Bank BTN kini menuntutnya membayar tambahan sekitar Rp90 juta untuk melepaskan gadai, meski pembayaran awal sudah lunas. “Kenapa saya harus urusan dengan bank? Saya bayar cash ke developer, bukan KPR,” tegasnya.
Kasus serupa dialami puluhan warga lain di perumahan ini, yang dibangun dengan konsep hunian modern murah sejak 2018, menawarkan pemandangan indah Telaga Punggur dengan harga mulai Rp150 juta per unit.
Fasilitas Dasar Jadi Momok, Air dan Listrik Belum Layak Kunjungan tim Koarnews ke lokasi pada Sabtu (17/11/2025) mengungkap kondisi memprihatinkan.
Warga kompak mengeluhkan keterlambatan instalasi meteran PLN, mereka harus mengambil listrik dari luar perumahan, yang sering bermasalah. “Jangankan sertifikat, meteran PLN saja belum bisa dipasang di rumah masing-masing,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya.
Lebih parah lagi, pasokan air bersih nyaris nol. Warga terpaksa memesan air dari mobil tangki keliling, dengan biaya bulanan mencapai Rp900 ribu per rumah tangga. “Kami bukan orang kaya, tapi setiap bulan harus keluar uang segitu untuk mandi dan cuci. Ini seperti hidup di kampung terpencil, padahal di Batam,” keluh warga secara serempak.
Keluhan ini sejalan dengan isu krisis air bersih di Batam secara umum, di mana PT Air Batam Hilir (Moya) kerap dikritik atas pasokan tidak stabil dan kualitas air yang buruk, seperti yang dilaporkan di berbagai perumahan lain di kota ini.Persoalan ini telah mencapai ranah hukum melalui BPSK Batam. Warga menyatakan, putusan BPSK telah menyatakan PT Citra Laksa Propertindo wajib menyelesaikan kewajibannya, termasuk penerbitan sertifikat dan fasilitas pendukung. Namun, hingga kini, pengembang tidak patuh. “Keputusan sudah ada, tapi tergugat cuek saja,” ujar perwakilan warga.
Dalam aspirasi mereka, warga secara khusus memohon bantuan Wali Kota Amsakar Achmad—yang juga menjabat Kepala BP Batam—dan Wakil Wali Kota Li Claudia Chandra. “Kepada siapa lagi kami mengadu? Kami sudah ditipu developer. Tolong bantu kami dapatkan keadilan,” pinta mereka. Permohonan ini juga ditujukan kepada Kapolda Kepri, mengingat kasus serupa penipuan sertifikat tanah di Batam pernah dibongkar polisi, menjerat jaringan pemalsu dokumen di wilayah Kepri.
PT Citra Laksa Propertindo, yang berbasis di Ruko Mega Legenda 2 Blok B3 No. 19 Batam, belum merespons permintaan konfirmasi garisdata.com. Sebagai pengembang yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, perusahaan ini dikenal dengan proyek Laksa View yang menjanjikan hunian berkualitas, tapi kini tercoreng tuduhan penipuan. Warga berharap intervensi cepat dari pemda, mengingat Amsakar Achmad telah aktif menangani isu lahan dan aspirasi masyarakat, seperti dalam kasus relokasi Rempang dan evaluasi lahan tidur di Batam, bapak walikota dan ibu wakil bantu kami masyarakat yang minim ilmu pengetahuan ini ucap warga.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap developer perumahan di Batam, di mana isu sertifikat dan infrastruktur sering menjadi sumber sengketa. Warga Laksa View menunggu langkah konkret untuk menghindari eskalasi lebih lanjut ( TIM )





