... ...
Senin, Desember 8, 2025
IKLAN ADA DISINIspot_img
BerandaBeritaSurat Terbuka FP-USU Tentang Keberatan Dan Somasi Pada Dewan Pengawas KPK :...
CSS Marquee Effect Example

SELAMAT DATANG DI WEBSITE BERITA GARISDATA.COM IKUTI KAMI UNTUK MENGETAHUI PERKEMBANGAN BERITA DAERAH ANDA

spot_img

Surat Terbuka FP-USU Tentang Keberatan Dan Somasi Pada Dewan Pengawas KPK : Desak Pemeriksaan Paksa Murianto Amin Yang Diduga Sebagai Sirkel Kejahatan Korupsi

Garisdata.com – Medan ,Sumut Forum Penyelamat Universitas Sumatera Utara (FP-USU) kembali melayangkan kritik tajam terhadap proses Pemilihan Rektor USU Periode 2026–2031 yang dinilai sarat kejanggalan dan bertentangan dengan prinsip tata kelola universitas yang baik.

Perihal ini diketahui dari keterangan pers yang dikirimkan Ketua FP – USU M. Taufik Umar Dani Harahap,SH kepada Redaktur Media garisdata.com pada Rabu,(19/11/2025)

Menurut keterangannya, didalam surat keberatan dan somasi terbuka yang dialamatkan kepada Dewan Pengawas KPK, FP-USU menduga Majelis Wali Amanat (MWA) USU telah mengabaikan prinsip transparansi, mengesampingkan asas keterbukaan informasi publik, serta menutup mata terhadap proses hukum yang tengah berjalan di KPK terkait dugaan keterlibatan Rektor USU Murianto Amin dalam perkara korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.

“Penunjukan lokasi rapat pleno di Gedung Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan serta agenda rapat yang bersinggungan dengan jadwal pemeriksaan KPK memunculkan dugaan bahwa MWA USU berupaya menghindarkan calon petahana dari sorotan hukum. Di sisi lain, surat penundaan resmi dari Kemendikti Saintek tak digubris, sehingga memperkuat asumsi publik bahwa pemilihan rektor sedang bergerak keluar dari koridor hukum dan etika akademik,”ungkapnya

“Somasi FP-USU kepada KPK RI turut berdiri di atas landasan hukum yang kuat, mulai dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang menegaskan kewajiban lembaga tersebut dalam memastikan efektivitas penindakan korupsi, hingga jaminan konstitusional dalam Pasal 28H dan 28I UUD 1945 yang mengatur hak warga negara atas kepastian hukum dan perlindungan proses hukum yang adil. Selain itu, peraturan internal KPK termasuk pedoman penyelidikan, standar waktu penanganan perkara, serta ketentuan etik penegak hukum—juga menjadi rujukan apabila terdapat dugaan kelalaian atau perlambatan yang tidak dapat dibenarkan.”tulisnya

Ditambahkan, “FP-USU menilai lambannya tindakan KPK terhadap dua ketidakhadiran Murianto Amin dalam pemeriksaan berpotensi bertentangan dengan prinsip due process of law dan asas equality before the law yang telah ditegaskan dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, keberatan dan somasi ini tidak hanya menjadi teguran moral, tetapi juga dorongan hukum agar KPK mempercepat langkah, memastikan proses yang transparan, serta menghindari preseden buruk dalam penegakan hukum di sektor pendidikan tinggi.”urainya

Lanjut nya lagi, “Langkah FP-USU ini dipicu oleh terbitnya Surat Nomor 141/UN5.1.MWA/TP.00/2025 yang dikeluarkan MWA USU pada 10 November 2025. Surat tersebut merupakan undangan resmi untuk melaksanakan Rapat Pleno Pemilihan Rektor USU pada 18 November 2025 di Gedung Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI, Jakarta. Lokasi rapat yang tidak lazim, ditambah jadwal yang bersinggungan dengan agenda pemeriksaan KPK terhadap Rektor USU Murianto Amin, memantik kecurigaan serius dari para alumni.”Imbuhnya

FP-USU menegaskan bahwa Murianto Amin telah dua kali dipanggil oleh KPK sebagai saksi fakta dalam perkara dugaan kejahatan korupsi. Dalam kasus korupsi Muryanto Amin sebagai sirkel kejahat korupsi OTT Topan O Ginting dan Bobby Nasution dalam proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (tempo.co 26 Agustus 2025). Namun, kedua panggilan tersebut tidak pernah ia penuhi. Sikap ini dinilai sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap proses penegakan hukum dan berpotensi menghambat penyidikan perkara.”pungkasnya

menurut nya, “Disisi lain, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) telah mengeluarkan Surat Nomor 2354/A/HM.00.00/2025 tertanggal 30 September 2025, yang memerintahkan secara tegas agar MWA USU menunda pelaksanaan rapat pemilihan rektor. Namun, perintah tersebut dinilai tidak digubris oleh MWA USU, yang tetap bersikeras melaksanakan agenda pemilihan.”

FP-USU memandang tindakan MWA USU bukan sekadar pembangkangan administratif, melainkan bentuk pengabaian terhadap prinsip clean governance dalam penyelenggaraan universitas negeri. Penyelarasan waktu pemilihan rektor yang hanya berjarak satu hari dari pemanggilan KPK terhadap Murianto Amin dianggap sebagai upaya pengelabuan publik dan manuver politik untuk menghindarkan yang bersangkutan dari pemeriksaan hukum.

Sebagai pimpinan tertinggi universitas, rektor idealnya menjadi simbol moral, integritas, dan marwah akademik. Namun, FP-USU menilai proses pemilihan rektor kali ini justru melahirkan krisis legitimasi yang semakin dalam. Ketertutupan informasi, ketiadaan evaluasi atas proses hukum, serta ketidakpatuhan terhadap surat resmi kementerian memperburuk kepercayaan sivitas akademika terhadap MWA USU.

Dalam somasinya, FP-USU menegaskan bahwa tindakan MWA USU yang tetap memaksakan agenda pemilihan rektor di tengah proses hukum yang belum tuntas merupakan pelanggaran serius terhadap norma tata kelola perguruan tinggi sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi. UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dengan tegas mewajibkan perguruan tinggi menjalankan otonomi akademik dan organisatoris berdasarkan prinsip demokrasi, keadilan, dan keterbukaan—prinsip yang menurut FP-USU justru diabaikan ketika MWA USU memilih menutup mata terhadap keberatan publik dan instruksi resmi Kemendikti Saintek.

Statuta USU, khususnya Pasal 13 huruf b dan Pasal 34, juga menempatkan integritas sebagai pilar utama penyelenggaraan universitas sekaligus melarang rektor merangkap jabatan yang menimbulkan konflik kepentingan. Namun, FP-USU menilai perjalanan proses pemilihan rektor saat ini justru menunjukkan kontradiksi mencolok antara norma dan praktik, terutama ketika salah satu kandidat masih berada dalam pusaran pemeriksaan KPK namun tetap diloloskan tanpa mempertimbangkan asas kehati-hatian institusional.

Lebih jauh, “FP-USU menggarisbawahi bahwa UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014, khususnya Pasal 10 ayat (1), melarang setiap pejabat penyelenggara negara menyalahgunakan kewenangan—baik melalui tindakan sewenang-wenang, pembiaran, maupun konflik kepentingan. Norma ini diperkuat oleh UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN yang menuntut setiap pejabat publik menjunjung asas integritas, kepatuhan, dan bebas dari rangkap jabatan yang berpotensi bias kepentingan. Dalam berbagai putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, asas bebas konflik kepentingan berulang kali dipertegas sebagai prasyarat utama legitimasi kebijakan publik.

FP-USU juga mengingatkan bahwa Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 memberi ruang bagi Menteri untuk mengambil tindakan korektif dalam situasi krisis tata kelola universitas—kondisi yang kini, menurut mereka, telah terpenuhi ketika MWA USU tetap melaju dengan agenda pemilihan di tengah absennya kepastian hukum dan merosotnya kepercayaan publik. Dengan demikian, somasi ini bukan hanya pertarungan moral, tetapi juga seruan hukum agar tata kelola pendidikan tinggi tidak dipertaruhkan demi kepentingan segelintir elite kampus.

FP-USU menilai bahwa MWA USU telah melanggar asas-asas tersebut. Selain mengabaikan surat kementerian, MWA juga dianggap mengabaikan potensi konflik kepentingan terkait status hukum calon petahana. Kondisi ini dikhawatirkan dapat menciptakan preseden buruk dalam governance universitas, sekaligus mengancam kredibilitas kampus di mata publik nasional.

Atas dasar itu, FP-USU mendesak Dewan Pengawas KPK menjalankan tiga langkah tegas. Pertama, berkoordinasi dengan Kemendikti Saintek untuk memerintahkan penundaan pemilihan rektor sesuai instruksi resmi kementerian. Kedua, memanggil dan memeriksa paksa Murianto Amin sebelum agenda pemilihan rektor berlangsung. Ketiga, memastikan seluruh prosedur penegakan hukum dalam perkara dugaan korupsi dituntaskan tanpa intervensi dan tanpa kompromi.

Somasi ini juga ditembuskan kepada Presiden RI, Komisi III DPR RI, Ketua KPK RI, Senat Akademik USU, Dewan Guru Besar USU, Majelis Wali Amanat USU, PP IKA USU, serta seluruh sivitas akademika. Langkah tersebut menunjukkan bahwa FP-USU ingin persoalan ini menjadi perhatian publik luas, bukan sekadar urusan internal kampus.

Di tengah sorotan terhadap tata kelola perguruan tinggi dan tingginya tuntutan publik terhadap integritas lembaga akademik, FP-USU menegaskan bahwa USU tidak boleh dibiarkan terseret pada praktik-praktik yang berpotensi mencederai kredibilitas institusi. Kampus, bagi mereka, harus menjadi benteng etika – bukan tempat kompromi kepentingan.

Somasi ini menjadi penanda bahwa tekanan publik terhadap proses pemilihan rektor USU semakin menguat. FP-USU berharap Dewan Pengawas KPK dapat mengambil langkah cepat dan terukur, sebelum krisis integritas di tubuh USU semakin melebar dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan tinggi.

Pada akhirnya, melalui pendekatan hukum, data, dan moral akademik, FP-USU menegaskan bahwa penyelamatan Universitas Sumatera Utara bukan lagi sekadar persoalan domestik kampus, melainkan bagian dari tanggung jawab publik untuk menjaga integritas institusi pendidikan dari penetrasi kekuasaan yang tak akuntabel.

Diakhir penjelasan dalam tulisannya M. Taufik Umar Dani Harahap,SH. Mengatakan “Tidak ada universitas—di mana pun, dengan tradisi akademik sekuat apa pun—yang ingin rektornya dilekatkan pada sirkel (lingkaran) kejahatan korupsi OTT Topan O Ginting tersebut, kecuali mayoritas Majelis Wali Amanat (MWA) USU justru memilih menutup mata dan telinga terhadap etika, hukum dan kepantasan lembaga yang mereka kelola. Kritik ini bukan sekadar gugatan moral, melainkan peringatan keras bahwa ketika tata kelola perguruan tinggi dikendalikan oleh kompromi dan pembiaran, maka reputasi universitas tidak hanya runtuh, tetapi juga menyeret dunia akademik ke dalam kubangan politisasi yang bertentangan dengan nilai dasar pendidikan tinggi itu sendiri.”Tutupnya

(Red)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Video Singkat

IKLAN

spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments