Madina, Sumut – garisdata.com Di TENGAH dinamika politik dan pembangunan nasional, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Pesiden Gibran Rakabuming Raka, menghadirkan babak baru dalam desain pembangunan pangan Indonesia.

Misron Saidi Batubara mengatakan pada awak media ini pada Jumat,(21/11/2025) , MBG bukan sekadar program bantuan sosial belaka melainkan lebih dari perihal tersebut.

“MBG bukan sekadar program bantuan sosial belaka, melainkan instrumen ekonomi yang menuntut rantai pasok pangan yang kuat, terintegrasi, dan mampu menyediakan bahan baku dalam skala massal dan berkelanjutan.”Ujarnya

Lebih lanjut, “Dalam konteks inilah, sektor pertanian kembali menempati posisi strategis, dan desa memperoleh relevansi yang tidak pernah sebesar hari ini. Namun ada problem besar yang selama ini menghantui pembangunan pedesaan: hilangnya generasi penerus petani. Naposo Nauli Bulung berbondong-bondong pindah ke kota karena sektor pertanian dianggap tidak menjanjikan.”imbuhnya

Ditambahkannya, “Dalam konteks MBG, dapur-dapur MBG yang muncul di berbagai Kecamatan dan Desa/Kelurahan berpotensi menjadi pusat pertumbuhan komoditas pangan baru di tingkat lokal.

Dapur MBG dapat memicu tumbuhnya permintaan sayur, buah, dan protein lokal. Berkembangnya usaha tani komoditas spesifik. Bertambahnya aktivitas ekonomi desa, dan terbentuknya industri pendukung seperti distribusi, logistik, dan pengolahan hasil pertanian. Dengan kata lain, dapur MBG berfungsi sebagai growth pole yang dapat menahan arus urbanisasi dengan menciptakan pusat ekonomi baru di desa.”Pungkasnya

Lanjutnya lagi, “Program MBG menciptakan demand shock yang besar terhadap komoditas hortikultura dan pangan segar. Kenaikan permintaan ini menghadirkan peluang emas bagi Naposo Nauli Bulung untuk kembali ke sektor pertanian dengan pendekatan yang lebih modern: hidroponik, pertanian presisi, manajemen rantai dingin, hingga platform digital pemasaran.”urainya

Beliau berpendapat, “Naposo Nauli Bulung menjadi penting karena mereka memiliki karakteristik yang dibutuhkan sektor pangan hari ini: adaptif, terdidik, dan akrab dengan teknologi. Kebijakan MBG menunjukkan bahwa negara sedang menata ulang arah ekonomi nasional: menempatkan pangan sebagai sektor strategis, desa sebagai pusat pertumbuhan baru, dan petani sebagai aktor ekonomi utama. Momentum ini harus digunakan untuk menjadikan regenerasi petani sebagai agenda nasional. Namun, regenerasi tak akan terjadi tanpa akses permodalan yang inklusif bagi pemuda tani. Dan D dari Hal ini Pentingnya Peran Pemerintah Daerah Berkolaborasi Dengan Naposo Nauli Bulung Sebagai Fasilitator Modal Kerja Dalam Mencapai Tujuan Bersama.” Ucapnya

menurutnya lagi, “Modal kerja untuk hortikultura, pembangunan green house, sistem irigasi tetes, hingga pembiayaan alat pascapanen tidak mungkin ditanggung sendiri oleh petani pemula. Karena itu, Pemerintah Daerah perlu memperluas KUR Pertanian berbunga rendah, Skema kredit berbasis kelompok tani muda, Pembiayaan dengan jaminan hasil panen (warehouse receipt), Kemitraan dengan BUMN Pangan untuk pembelian hasil secara berkontrak, dana bergulir desa melalui BUMDES atau Koperasi Merah Putih. Dengan dukungan permodalan yang jelas dan dapat diakses, Naposo Nauli Bulung tidak hanya terdorong untuk kembali ke desa, tetapi juga mampu membangun usaha pertanian yang produktif, modern, dan berkelanjutan. Ketahanan pangan Daerah tidak ditentukan oleh gedung-gedung kota, tetapi oleh keberanian Naposo Nauli Bulung yang kembali ke tanah kelahiran mereka untuk menanam, membangun, dan memastikan Daerah mampu memberi makan dirinya sendiri.”Tutupnya

(R05)