... ...
Senin, Desember 8, 2025
IKLAN ADA DISINIspot_img
BerandaArtikelKERUSAKAN EKOLOGIS DI SUMUT: BUKAN ULAH RAKYAT KECIL — TETAPI KERJA TERSTRUKTUR...
CSS Marquee Effect Example

SELAMAT DATANG DI WEBSITE BERITA GARISDATA.COM IKUTI KAMI UNTUK MENGETAHUI PERKEMBANGAN BERITA DAERAH ANDA

spot_img

KERUSAKAN EKOLOGIS DI SUMUT: BUKAN ULAH RAKYAT KECIL — TETAPI KERJA TERSTRUKTUR PARA PEMODAL DAN PEMBIARAN PEMERINTAH

KERUSAKAN EKOLOGIS DI SUMUT: BUKAN ULAH RAKYAT KECIL — TETAPI KERJA TERSTRUKTUR PARA PEMODAL DAN PEMBIARAN PEMERINTAH

Oleh : H.Syahrir Nasution SE.MM Gelar Sutan Kumala Bulan

 

Sumatera Utara hari ini berdarah:
Hutan ditebang, sungai mengamuk, desa hanyut, dan rakyat miskin menjadi korban.
Namun ketika bencana datang, siapa yang disalahkan? Rakyat kecil.
Lagi dan lagi.

Padahal semua orang tahu — termasuk para pejabat yang pura-pura lupa — bahwa kerusakan ekologis di banyak daerah di Sumut bukan terjadi karena cangkul masyarakat, melainkan karena mesin besar: alat berat, excavator , chainsaw industri, truk logging, dan jaringan ekonomi gelap yang melibatkan pejabat, cukong, dan konglomerasi tambang serta perkebunan.

Di Mandailing Natal:
Perambahan hutan di kawasan Batang Gadis, lingkar Tambangan, Hutabargot, hingga Lingga Bayu telah berlangsung puluhan tahun. PETI berkedok “kegiatan masyarakat” hanya dijadikan alasan untuk menutupi operasi tambang ilegal berskala besar yang bergerak bebas karena ada yang melindungi.

Di Tapanuli Selatan – Batang Toru:
Sungai berubah warna, sedimentasi gila-gilaan, dan habitat rusak. Tetapi begitu ada banjir, masyarakat yang menyabit rumput di pinggir sungai yang dituduh. Padahal publik melihat sendiri ada perusahaan besar yang merusak lereng, menggeser aliran sungai, dan membuka lahan tanpa kendali.

Di Dairi, Karo, dan Langkat:
Perambahan hutan untuk perkebunan rakus, penambangan liar, hingga eksploitasi kawasan lindung bergerak seperti kanker — bukan dilakukan oleh “warga” melainkan oleh modal besar yang masuk dengan payung izin, atau lebih sering: payung pembiaran.

Rakyat Kecil Selalu Jadi Tumbal, Pejabat Selalu Cuci Tangan
Ketika alat berat masuk kawasan hutan, masyarakat tidak punya kekuatan untuk melarang.
Ketika truk ratusan kubik kayu keluar malam hari, itu bukan kerja rakyat kecil.
Ketika sungai mati akibat limbah, bukan warga miskin yang punya pabrik.

Namun begitu bencana datang, negara langsung mencari kambing hitam termudah: warga.
Warga yang tidak punya koneksi.
Warga yang tidak punya advokat.
Warga yang tidak punya modal untuk menyuap.

Sementara aktor utama — para pemilik tambang gelap, broker kayu, kongsi PETI, dan pejabat yang menerima “jatah keamanan” — tidak pernah tersentuh.
Ini bukan ketidaktahuan.
Ini pilihan politik.

Ini Saatnya Bicara Apa Adanya
Kerusakan ekologis di Sumut bukan musibah alam. Itu musibah kebijakan.
Musibah keberanian yang hilang.
Musibah pejabat yang sibuk pencitraan ketimbang penegakan hukum.
Musibah aparat yang hanya menangkap yang lemah tapi diam terhadap yang kuat.

Jika negara benar-benar ingin menyelamatkan lingkungan, tutup PETI bermodal besar, hentikan konsesi rakus, usir para cukong yang merusak hutan, dan audit semua izin yang dipakai untuk menjarah ruang hidup rakyat.

Bukan mengejar penambang miskin dengan dulang dan panci.

Padahal kejadian ini bukanlah ulah ulah dari RAKYAT KECIL, melainkan PERAMPOKKAN TATA RUANG HIDUP RAKYAT KECIL tersebut yang membunuh secara bertahap dan pelan pelan hidupnya. Mengapa disebutkan demikian ???? Ada hal yang menyebutkannya demikian itu. Pemerintah “ mengabaikan nya “ atas hak hak HIDUP RAKYAT yang jelas jelas termaktub dalam UUD 45 dan Konstitusi. HUMAN RIGHT ( Hak Hidup ) Rakyat itu harus dijaga serta dirawat sedemikian rupa agar jangan terulang lagi hampir di sepanjang Tahun.

Namun jawaban yang paling Ampuh adalah : “Mengkambing Hitamkan Rakyat Kecil itu” padahal mereka hanya untuk SURVIVAL hidupnya tanpa membebani Negara sudah syukur.

Seperti diketahui bersama pun dalam UUD 1945 Tanggung Jawab Pemerintah itu ada dua poin penting :
1. Menjaga Keberlangsungan Hidup ( SURVIVAL ) Rakyatnya.
2. Membuka Lapangan Kerja bagi Rakyat nya.

Oleh sebab itu tidak ada jawaban dan alasan lain untuk “ MENDESKREDITKAN RAKYAT KECIL dalam keadaan dampak Banjir, Longsor serta Pemapasan Digunduli oleh : Industri Besar maupun Oligarki lainnya.

Jangan tambahi lagi luka hati RAKYAT KECIL yang selama ini sudah menggumpal dibenaknya masing masing sebelum Rakyat kecil itu “ BERBAHASA DENGAN BAHASANYA SENDIRI. Oleh karena BAHASA RAKYAT LEBIH DAHSYAT DARI PADA PALU GODAM YANG DIKETUKKAN DI MEJA HUKUM PENGADILAN,Semoga.(M.SN)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Video Singkat

IKLAN

spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments